Kejang merupakan salah satu gangguan neurologik yang paling sering dijumpai pada masa anak-anak, terutama pada usia 6 bulan sampai 5 tahun. Kejang terjadi apabila demam disebabkan oleh infeksi yang mengenai jaringan ekstrakranial seperti tonsilitis, otitis media akut dan brokitis. Selain demam yang tinggi, kejang juga bisa terjadi akibat penyakit radang selaput otak, tumor, trauma atau benjolan dikepala serta gangguan elektrolit dalam tubuh. Kejang dianggap sebagai salah satu tanda pertama penyakit tumor otak, kejang pada 20-45% pasien dengan tumor otak.
Kejang diketahui pada umumnya berupa kejang kelojotan yaitu dimana seluruh badan bergerak (tangan/kaki), mata mendelik keatas. Kejang juga bisa terjadi hanya pada sebelah badan saja. Banyak tipe/bentuk dari kejang, namun satu hal yang perlu kita pahami, bahwa kondisi kejang tidak bisa dihentikan dan nanti akan berhenti dengan sendirinya atau perlu pengobatan walaupun bentuknya bermacam-macam.
otak memiliki fungsi mengatur seluruh aktifitas tubuh, dengan mengeluarkan sinyal listrik yang kemudian ditangkap impulse oleh tubuh, sehingga tubuh bisa bergerak dan melakukan aktifitas. Apabila terjadi masalah dengan pengeluaran listrik itu, maka akan terjadi kondisi dimana kita tidak dapat mengontrol badan kita. Ada kejang yang menyebabkan tubuh anak bergetar tak terkendali, namun ada juga yang menyebabkannya seperti melamun dan menatap kosong. Pada kondisi yang serius, kejang bisa menyebabkan hilangnya kesadaran.
beberapa hal yang bisa memicu terjadinya kejang, seperti:
1. Demam
Kejang pada anak yang disebabkan oleh demam disebut dengan kejang demam. Kondisi ini umumnya tidak berbahaya dan biasanya terjadi pada anak berusia di bawah 4 tahun yang mengalami demam tinggi secara tiba-tiba. Kejang demam biasanya berlangsung selama beberapa menit dan akan berhenti dengan sendirinya.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis tersering pada anak berusia 6 bulan-5 tahun. Sekitar sepertiga dari kasus kejang demam akan mengalami setidaknya sekali kejadian kejang demam berulang. Kejang demam adalah kejang pada anak usia lebih dari 1 bulan, yang dihubungkan dengan kenaikan suhu tubuh lebih dari 38ºC yang tidak disebabkan oleh infeksi sistem saraf pusat (SSP), tanpa adanya riwayat kejang neonatal atau kejang tanpa sebab sebelumnya, dan tidak memenuhi kriteria kejang simptomatik lainnya. Kejang demam merupakan kelainan neurologis tersering pada anak berusia 6 bulan-5 tahun. Sekitar sepertiga dari kasus kejang demam akan mengalami setidaknya sekali kejadian kejang demam berulang.
Prognosis kejang demam umumnya baik, namun bangkitan kejang demam dapat membawa kekhawatiran yang sangat besar bagi orang tuanya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kejadian berulangnya kejang demam pada anak berhubungan dengan riwayat keluarga dengan kejang demam, usia saat kejang demam pertama, suhu rendah saat kejang demam pertama, jarak antara munculnya kejang dengan onset demam, atau terdapat kejang demam kompleks.
2. Epilepsi
Kejang yang disebabkan oleh epilepsi umumnya memiliki pola dan gejala yang sama setiap kejang terjadi. Kejang pada anak dengan epilepsi biasanya terpicu saat anak kurang tidur, stres, sedang sakit atau demam, melewati jam makan, makan berlebihan, atau terkena kilatan cahaya yang terlalu terang.
3. Cedera kepala
Kejang pada anak yang disebabkan oleh cedera kepala umumnya muncul pada minggu pertama setelah cedera kepala terjadi. Namun, kejang juga bisa muncul setelah lebih dari seminggu dan seterusnya apabila cedera menyebabkan kerusakan permanen pada otak.
4. Meningitis
Pada kasus yang serius, kejang pada anak bisa disebabkan oleh meningitis atau peradangan pada selaput otak. Meningitis pada anak tidak hanya ditandai dengan gejala kejang, tapi juga dengan gejala lain, seperti demam, rewel, sakit kepala, hingga ruam kulit.
Referensi:
Batra, P., Gupta, S., Gomber, S., & Saha, A. (2011). Predictors of Meningitis in Children Presenting With First Febrile Seizures, 35–39. https://doi.org/10.1016/j.pediatrneurol.2010.07.005
Hardika, M. S. P., & Mahailni, D. S. (2019). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kejang demam berulang pada anak di RSUP Sanglah Denpasar. EJournal Stikes Nani Hasnuddin, 8(4), 1–9.
Jang, H. N., Yoon, H. S., & Lee, E. H. (2019). Prospective case control study of iron deficiency and the risk of febrile seizures in children in South Korea. BMC Pediatrics, 19(1), 1–8. https://doi.org/10.1186/s12887-019-1675-4
Nazarov A.I. (2022). Consequences of seizures and epilepsy in children. WEeb of Scienntist: International Scientific Research Journal, 3(2), 483–489.
Resti, H. E., Indriati, G., & Arneliwati, A. (2020). Gambaran Penanganan Pertama Kejang Demam Yang Dilakukan Ibu Pada Balita. Jurnal Ners Indonesia, 10(2), 238. https://doi.org/10.31258/jni.10.2.238-248
Sartori, S., Nosadini, M., Tessarin, G., Boniver, C., Frigo, A. C., Toldo, I., … Da Dalt, L. (2019). First-ever convulsive seizures in children presenting to the emergency department: risk factors for seizure recurrence and diagnosis of epilepsy. Developmental Medicine and Child Neurology, 61(1), 82–90. https://doi.org/10.1111/dmcn.14015
Sumber gambar :Image courtesy of: ADAM, Inc. (https://sundaytimes.lk/090621/MediScene/mediscene_5.html)
(DOC, PROMKES,RSMH)